Minggu, 25 Maret 2012

Limbah Nuklir Di Air



Masih ingat dalam memori kita setahun yang lalu, pada Jum’at 11 Maret 2011 seluruh masyarakat di belahan dunia dikagetkan oleh musibah gelombang tsunami sangat dahsyat yang terjadi di Jepang yang diawali gempa dengan kekuatan sangat besar 9,8 skala Richter, imbasnya kita tahu kota-kota yang berdekatan dengan pesisisr pantai hancur lebur berantakan.
Yang sangat membuat cemas warga Jepang maupun dunia, ternyata di sekitar lokasi kejadian tsunami terdapat beberapa instalasi nuklir yang juga goyah akibat gerakan gempa dan terjangan gelombang tsunami. Instalasi nuklir dikabarkan kemungkinan terjadi kebocoran!
Dapat kita bayangkan seandainya efek bocor instalasi nuklir Jepang terhadap lingkungan sekitar jika tidak segera ditangani, bukan saja udara dan tanah yang akan tercemar, kemungkinan besar sumber-sumber air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari juga akan tercemar radiasi nuklir!
Radiasi nuklir yang dapat menghasilkan radioaktif, ternyata bukan hanya unsur dari Uranium (U) saja yang umum banyak diketahui masyarakat, tapi unsur Radium (Ra) dan Radon (Rn) juga termasuk elemen pendukung suatu reactor nuklir, dapat juga mencemari sumber-sumber air.
Unsur Radium (Ra) dapat pula dihasilkan dari tempat pembuangan akhir (TPA) sampah, yang akan mengeluarkan radioaktif Radium 228 dan Radium 226. Radium 228 berupa gelombang partikel Alpha dan Betha, sedangkan  Radium 226 berupa gelombang partikel Alpha saja, jika terbawa aliran air kemudian masuk ke dalam aliran sungai, maka sungai tersebut sama saja akan tercemar limbah nuklir.
Sedangkan unsur Radon (Rn) secara alami terjadi dari adanya gas radioaktif, gas radioaktif ini selain dapat dihasilkan dari buangan sampah radioaktif Uranium (U) yang berasal dari instalasi nuklir, dapat pula dihasilkan dari dalam tanah dan sumber air bawah tanah yang formasi bebatuannya dominan. Bebatuan inilah  umumnya mengandung Uranium. Tingkat keasaman (pH) air akan stabil jika suatu sumber air mengandung Uranium.
Efek radioaktif yang dihasilkan Radon yang masih larut di dalam tanah, lebih ringan bahayanya dibandingkan Radon yang telah terbentuk gas yang berada di dalam suatu ruangan seperti rumah dan gedung perkantoran. Dalam hitungan menit Radon di dalam suatu ruangan akan mengalami akumulasi ke tingkat radiasi yang semakin tinggi dan akan membayahakan kesehatan  manusia di dalamnya, karena limbah Radon ini tidak terlihat, terasa, dan tercium indra manusia, dan akan menembus dan menempel di lantai dan dinding rumah atau gedung perkantoran, pada akhirnya akan mencemari air yang  rutin setiap hari digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Bagaimana caranya agar kita tahu, bahwa air yang kita gunakan sehari-hari tetelah tercemar limbah radioaktif? Jawabnya air tersebut harus dilakukan analisis secara teliti dengan metoda Artificial Radionuklide, yaitu suatu alat ukur untuk mendeteksi adanya bocoran, keterpaparan, dan cemaran limbah radioaktif. Pengukuran radiasi nuklir ini sesungguhnya wajib dilakukan oleh lembaga berwenang terhadap industri/pabrik, tempat pembuangan akhir sampah, Rumah Sakit, dan stasion-stasion instalasi dan instansi yang menggunakan energi nuklir.

Sukabumi, 25 Maret 2012
Telah dimuat di koran "Radar Sukabumi" 16/03/2012
Ir.Iyus Yusup

Kamis, 01 Maret 2012

Treatment: Air Laut menjadi Air Siap Minum

Seperti umum diketahui bahwa air laut adalah air yang mempunyai kandungan garam (NaCl) sangat tinggi, berasa asin, dan total zat padat terlarut didalamnya tak terkira jumlahnya hingga diatas 1000 mg/l. Total zat padat terlarut akhir-akhir ini menjadi trending pasar bagi para pengusaha pemula yang memproduksi air minum atau istilah mereka sering menyebutnya TDS, tanpa tahu apa arti dan kepanjangan TDS itu sendiri!
         Memang bila semakin kecil kandungan TDS di dalam air (H2O), maka kualitas air akan semakin bagus pula dari sisi kandungan zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia, namun bila TDS di dalam air minum ini sangat minim bahkan mencapai nol, boleh jadi khasiat air minum ini dari segi gizi kimianya yang manfaatnya banyak untuk tubuh manusia juga menjadi tidak ada. Produk air minum ini hanya toh air untuk diminum saja, hanya bergfungsi untuk penggantian kandungan air yang terbuang (air seni, keringat, dsb) dari tubuh manusia (rehidration).
        Meski produk air minum yang mempunyai TDS minim bahkan mencapai nol ini hanya sebagai rehidration bagi tubuh manusia, namun bila dibandingkan dalam hal kualitas dengan sumber-sumber air (air sumur, air kali, dsb) yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat kita, bolehlah air minum ini mempunyai kualitas air  di atas rara-rata, karena umumnya bebas dari jasad mikroorganime (bakteri, virus, jamur, dsb).
         Mampukah kita menurunkan bahkan menghilangkan  kandungan TDS air laut yang tak terkira jumlahnya menjadi air siap minum yang mempunyai kandungan TDS minim bahkan mencapai nol?
Ternyata teknologi air mampu menjawabnya, seorang berkebangsaan Jerman telah menemukan sebuah filter fermeator, itu kurang lebih 20 tahun yang lalu. Filter fermeator ini berisi filamen-filamen yang berfungsi memisahkan TDS dari kandungan airnya, sehingga air ini menjadi jernih, bersih, dan tidak berasa! Hingga kini Teknologi filter fermiator ini telah banyak dimanfaatkan oleh ribuan pengusaha yang bergerak di bidang produk air minum.

Sukabumi, 01 Maret 2012
Ir.Iyus Yusup